PARA PENYEMBAH SANG TUHAN
Haru,
bangga dan penuh rasa yang tak bisa terungkapkan. Gemuruh memang, namun tak
sedikit pun mengganggu jiwa. Andai orang lain yang merasakannya, niscaya akan
terasa jika dirasakan dengan ketulusan hati. Aneh, mungkin. Tapi ini nyata,
walaupun tak rasional.
Pagi
itu benar-benar membuncah. Rasa hati tak menentu, tak karuan, entah, aku tak tahu
bagaimana menyebut atau menamai keadaan itu. Sedih bukan, senang mungkin tapi kalau
dilihat seperti orang mau menangis. Dadaku semakin sesak, bukan karena penyakit
asma. Bernafaspun tak stabil akibat rengekan yang gila dasyatnya.
Kulihat
ke arah samping, ada seorang laki-laki paruh baya duduk termenung, seperti
meratapi sesuatu. Mimik wajahnya sendu, penuh perenungan. Entah, apa yang
direnungkan. Tak lama kemudian, tiba-tiba leleh juga air matanya. Tenyata ia
pun mungkin merasakan sepertiku. Iya, mungkin. Tapi kenapa? Ada apa? Hanya
ketenangan dan kenyamanan hati yang bisa kurasa, itu jawabannya.
Pandangan
mata kuarahkan lebih jauh, tepatnya di kerumunan para wanita. Dari ribuan
wanita, hanya satu wanita yang membuatku tertarik untuk melihat lebih jelas. Ialah,
wanita yang duduk di sebelah kiri tiang penyangga mesjid. Sebatas pandanganku,
dia sangat khusyuk memutar tasbehnya. Matanya terpejam, penuh penghayatan.
Kupandangi lebih tajam bibirnya yang sedikit menawan, ternyata jika tidak salah
mulutnya mengucap kata:”Ya Allah... Ya Allah... Ya Allah...” Kata itu
diulang-ulang berkali-kali. Dia sama sekali tidak terusik dengan tingkah laku
seorang anak kecil yang tidak bisa diam, berlarian, dan sesekali mendekapnya
dari belakang. Namun, wanita itu tetap diam dan tak terganggu sedikitpun.
Seolah-olah ada hal lain yang sedang dituju dalam perjalanan spiritualnya saat
itu.
Setelah
itu, kulihatkan pandanganku las ke arah Bapak tua yang duduk di shof depanku. Bajunya
sedikit lusuh, putih tapi agak kotor. Pecinya juga tidak serapi kopyah yang
dipakai orang-orang disekitarnya. Kepalanya dan tangannya menengadah, sambil
memejamkan mata. Seolah ada yang sedang dia pinta, atau mungkin dia sedang
meminta pengampunan. Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang
dilakukannya.
Aku
termenung lagi, dalam hatiku masih bertanya, mungkin ini cara orang-orang untuk
mendekatkan diri kepada Tuhannya. Aku semakin tak kuasa menahan, bukan karena
aku adalah teman iblis yang mungkin saja tak tahan dengan acara taqorrub itu.
Aku hanya tak ingin menangis, dan merasakan lebih dalam akan penghayatan jiwa
di mata Tuhan.
Aku
keluar dari mesjid melanjutkan perjalanan kembali melewati satu-persatu dari
ribuan orang yang duduk menghadap ke arah kiblat yang sedang beribadah. Tak
bisa kuartikan dengan yang pemahaman lain, karena tak ada yang tepat selain
itu.
Sampai
di pertigaan alun-alun, kulihat anak muda, berpakaian ala punk jalanan. Dengan
suara merdunya ia bernyanyi sambil memainkan gitar keroncongnya. Penampilannya
buruk, tapi ada sisi lain yang menarik perhatianku. Kudengarkan lebih jelas
tentang lirik lagu yang dinyanyikannya. Dia bernyanyi:
“Bila
adzan subuh, aku kesiangan,
Bila
adzan dhuhur, aku kerepotan,
Bila
adzan asyar, aku diperjalanan,
Bila
adzan maghrib, aku kecapekan,
Bila
adzan isya’, aku ketiduran,
Tuhan,
mohon ampuni hamba-Mu...”
Mungkin
semua orang hanya berpikiran anak itu hanya bernyanyi. Dia hanya seorang
pengamen yang menggantungkan hidupnya dengan menyanyi dijalanan. Hanya itu,
mungkin. Tapi bagiku lirik lagunya adalah pengingat. Ingat akan kelupaan diri,
sekaligus ingatkan kewajiban umat islam untuk menjaga salatnya. Dalam hati,
kurasa pengamen seumuran anak SMA itu memang secara tulus mengatakan apa yang
sedang terjadi dengannya. Benar-benar munafik sekali, sehingga pantas dia harus
meminta ampun melalui lagu karangannya sendiri itu lewat bernyanyi. Semoga saja
diampuni, terbesit hatiku berdoa untuknya.
Akhirnya,
kuputuskan untuk sejenak mendengarkan nyanyian pengamen itu. Aku ingin
mendengar bait demi bait lagu religinya yang mungkin akan menjadi bahan
inspirasi dan motivasi bagiku, sambil duduk di halte bus.
“Mau
kemana mas? Saya lihat dari mesjid ya?” Tanya salah seorang penunggu bus datang.
“Iya,
Pak, Bapak juga darisana?”
“Enggak
Mas, saya pulang kerja...”
“Bapak
enggak ikut acara di Masjid?”
“Enggak
Mas, Nabi tidak pernah mengajarkan kegiatan semacam itu, itu bid’ah”
“Oh...
Begitu ya Pak, tapi apa acara itu bukan acara yang baik?”
“Ya,
tetap saja Mas, kalau Nabi nggak mengajarkan itu yang nggak boleh dilakukan...”
Kata Sang Bapak ngotot.
“Maaf
Pak, andai Nabi masih ada, dan ada disini saat ini, apa Bapak yakin, Nabi akan
marah-marah melihat umatnya melakukan acara di masjid itu?”
Sang
Bapak berpenampilan rapi dengan jenggot tebal itu terdiam. Aku takut dia merasa
tersinggung karena omonganku. Syukurlah, tak lama kemudian bus datang, ia
berpamitan lalu pergi bersama bus itu.
Bagiku,
mungkin semua orang yang di mesjid itu punya tujuan sama, untuk berdoa bersama,
mendekatkan diri kepada Tuhan di saat matahari terbenam di akhir tahun.
Bertafakkur bersama, mengkoreksi semua perbuatan yang sudah dilakukan di tahun
lalu, agar kehidupan di tahun yang akan datang bisa lebih baik lagi.
Kulangkahkan
kaki ini lebih jauh lagi. Tak jauh dari mesjid itu ternyata ada sebuah gereja umat
katolik yang kebetulan buka pada hari itu. Dari luar kudengar lantunan-lantunan
nyanyian syair tentang pujian kepada Tuhan. Serempak, teratur dan berirama.
Lantuan nyanyian orang-orang yang berada didalamnya membuatku berpikir akan
sebuah keteguhan dalam menghadap Sang Tuhan. Semakin lama, membuatku tertarik
untuk melihat kedalamnya. Kuberanikan diri dan akhirnya aku bisa melihat dari
luar pintu gerbang gereja.
Semua
yang hadir berdiri menundukkan kepala, bersama-sama menyanyikan lagu-lagu
kerohanian gereja yang mungkin sudah diajarkan sebelumnya. Pemandangan ini
membuat diriku berpikiran ketika berada di mesjid sebelumnya. Dimana semua itu
kuartikan sebagai keteguhan, kekhusyukan, kesungguhan, dan kebaktian kepada
Sang Tuhan.
Lelah,
mungkin sedikit istirahat bisa membuatku nyaman kembali. Kucari warung
angkringan terdekat yang bisa sejenak melapaskan lelahku. Kulihat sebelah
gereja ada angkringan sederhana yang nyaman untuk duduk beristirahat.
Beristirahat dengan pelayanan yang ramah dari pemilik angkringan, sambil
kembali mendengarkan nyanyian-nyanyian gereja, adalah satu hal yang sedikit
bisa melupakan penat dan lelahku.
“Dek
kog keluar, nggak ikut nyanyi?”
Tiba-tiba
salah seorang pengunjung angkringan yang bekerja sebagai satpam gereja bertanya
kepadaku. Mungkin dia menganggapku salah seorang pemeluk agama kristen. Wajar,
mungkin karena dia melihatku keluar dari gereja.
“Saya
muslim Pak...”
“Lha
tadi kog ikut-ikut masuk ke gereja Dek, mau apa?”
“Ya
Cuma sekedar ingin tahu saja Pak...”
“Oh...
Tak kira pengikut juga, lucu ya Dek, cara ibadahnya orang kristen, masa ibadah
kog nyanyi-nyanyi begitu...”
“Ya,
mungkin itu cara terbaik mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Pak...”
Aku
hanya tersenyum simpul menanggapi satpam gereja itu. Tak kusangka, selama ini
dia bekerja sebagai satpam di gereja, namun masih saja bersikap kurang
bersahabat dengan orang kristen. Andai salah seorang pengikut kristen tahu
tentang apa yang dikatakan oleh satpam itu, bukan tak mungkin lagi dia akan
dikeluarkan dari pekerjaannya. Mungkin dia tak sadar kalau omongannya mengandung
pelecehan bagi agama kristen. Karena, ajaran agama jelas berbeda, siapapun
tidak bisa dipaksakan untuk meyakini salah satunya, dan agama sendiri telah
mengajarkan untuk tidak merendahkan orang lain. “Ahh... Sudahlah”.
Perjalanan
yang cukup melelahkan. Terdapat banyak pelajaran yang bisa kupetik di hari ini.
Tuhan memberiku sedikit gambaran kehidupan nyata yang ada di dunia ini.
Gambaran orang-orang yang merasa menjadi seorang hamba ciptaan, yang teguh akan
keimanannya kepada Tuhan mereka sendiri. Aku bertanya pada diri sendiri:”Lalu,
kamu beriman kepada Siapa?” Entahlah, yang pasti aku ber-Tuhan jawabku.
BURUNG PUN MAMPU TERBANG
Saya percaya, Tuhan tidak akan membebani seekor burung untuk mengangkat batu besar selama hidupnya. Tuhan tidak akan membebani seekor semut untuk menjalani hidupnya dengan menyelam kedalam lautan, meskipun hal itu bisa saja terjadi jika Tuhan menghendakinya. Kekuatan Tuhan melebihi segalanya. Tak ada satupun makhluk yang bisa melampaui kekuatan Tuhan di bumi ini. Dalam kitab suci telah tertuliskan bahwa Tuhan Maha Kuasa atas segalannya.
Setiap manusia dibekali kemampuan yang sepadan dengan apa yang sedang dijalaninya, Setiap apapun yang telah digariskan menjadi jalan hidupnya pada dasarnya mereka mampu untuk menjalani, meskipun menurut sudut pandangnya mereka tak mampu. Kebanyakan, sebenarnya mereka ditakutkan dengan bayangannya sendiri. Sehingga menganggap dirinya sendiri tidak mampu dan tidak sedikit pula yang berputus asa. Dalam kitab suci pun telah dituliskan bahwa Allah tidak akan membebankan seseorang kecuali apa yang mampu dilakukannya.
Tuhan mentakdirkan semua makhluknya-terutama manusia, dengan berbagai macam status. Ada yang menjadi orang yang kaya akan harta, ada pula yang menjadi orang yang miskin, menjadi seorang pejabat, tukang becak, guru dan lain sebagainya. Bukan berarti bisa dipahami bahwa Tuhan tidak adil dan mendiskrimasi makhluknya sendiri. Manusia yang kapasitasnya hanya sebagai makhluk Tuhan, sudah menjadi kewajibannya untuk berusaha dengan kemampuan yang sudah dimilikinya. Usaha merupakan wujud syukur atas segala anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan tak akan merubah takdir seseorang kecuali dia merubah dirinya sendiri.
Dalam menjalani hidup ini setiap hari manusia diberi keluasan untuk berpikir, bergerak dan menentukan langkahnya sendiri. Tuhan memang menentukan sebuah nasib, namun Tuhan juga memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih. Memilih segala macam pekerjaan sesuai dengan apa yang mampu dilakukannya. Manusia bisa mengambil pelajaran dari seekor burung dengan kedua sayapnya untuk terbang. Sejak lahir dari kandungan induknya, anak burung tidak akan bisa langsung bisa terbang. Lambat laun, setelah tahu bahwa dia mempunyai kedua sayap untuk terbang, maka dia akan belajar dari induknya. Akhirnya, bisa jadi melalui induknya, sang burung bisa terbang. Tak mungkin ia bisa terbang kalau tidak tahu fungsi dari sayap yang dianugerahkan Tuhan kepadanya sebagai sarana untuk terbang. Sebelumnya, Sang burung pasti berusaha dengan berbagai upaya agar dirinya bisa terbang sebagaimana burung yang lain. Begitulah takdir seekor burung diciptakan oleh Tuhan di dunia ini.
Sejak pertama kali bumi diciptakan oleh Tuhan, Piramida di Negara Mesir, Tembok China, Taj Mahal, Patung-patung, Masjid, gedung-gedung di perkotaan dan lain sebagainya belum dibangun. Saat ini, semua itu berdiri megah diatas bumi dan semua bisa melihat keindahannya. Masihkah kita ragu dengan kekuatan Tuhan yang telah memberi kemampuan kepada manusia dengan apa yang sudah dilihatnya saat ini?
Seimbangkan antara usaha dan doa yang menjadi harapan yang selama ini hanya menjadi sebuah angan-angan. Kita percaya Tuhan mampu untuk memberikan apapun yang diminta oleh hamba-Nya, selagi ia selalu berusaha dan terus berusaha untuk menggapai segala impiannya. Paling tidak, dengan usaha itu Tuhan memberi pilihan terbaik, yang pasti kita mampu untuk menjalankannya dengan baik. Tuhan memilih manusia menjadi makhluk yang lebih mulia dibanding yang lainnya, maka manusia mampu untuk meraih kemuliaan yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.
baca juga disini http://pesantren.or.id/burungpun-mampu-terbang/
Setiap manusia dibekali kemampuan yang sepadan dengan apa yang sedang dijalaninya, Setiap apapun yang telah digariskan menjadi jalan hidupnya pada dasarnya mereka mampu untuk menjalani, meskipun menurut sudut pandangnya mereka tak mampu. Kebanyakan, sebenarnya mereka ditakutkan dengan bayangannya sendiri. Sehingga menganggap dirinya sendiri tidak mampu dan tidak sedikit pula yang berputus asa. Dalam kitab suci pun telah dituliskan bahwa Allah tidak akan membebankan seseorang kecuali apa yang mampu dilakukannya.
Tuhan mentakdirkan semua makhluknya-terutama manusia, dengan berbagai macam status. Ada yang menjadi orang yang kaya akan harta, ada pula yang menjadi orang yang miskin, menjadi seorang pejabat, tukang becak, guru dan lain sebagainya. Bukan berarti bisa dipahami bahwa Tuhan tidak adil dan mendiskrimasi makhluknya sendiri. Manusia yang kapasitasnya hanya sebagai makhluk Tuhan, sudah menjadi kewajibannya untuk berusaha dengan kemampuan yang sudah dimilikinya. Usaha merupakan wujud syukur atas segala anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan tak akan merubah takdir seseorang kecuali dia merubah dirinya sendiri.
Dalam menjalani hidup ini setiap hari manusia diberi keluasan untuk berpikir, bergerak dan menentukan langkahnya sendiri. Tuhan memang menentukan sebuah nasib, namun Tuhan juga memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih. Memilih segala macam pekerjaan sesuai dengan apa yang mampu dilakukannya. Manusia bisa mengambil pelajaran dari seekor burung dengan kedua sayapnya untuk terbang. Sejak lahir dari kandungan induknya, anak burung tidak akan bisa langsung bisa terbang. Lambat laun, setelah tahu bahwa dia mempunyai kedua sayap untuk terbang, maka dia akan belajar dari induknya. Akhirnya, bisa jadi melalui induknya, sang burung bisa terbang. Tak mungkin ia bisa terbang kalau tidak tahu fungsi dari sayap yang dianugerahkan Tuhan kepadanya sebagai sarana untuk terbang. Sebelumnya, Sang burung pasti berusaha dengan berbagai upaya agar dirinya bisa terbang sebagaimana burung yang lain. Begitulah takdir seekor burung diciptakan oleh Tuhan di dunia ini.
Sejak pertama kali bumi diciptakan oleh Tuhan, Piramida di Negara Mesir, Tembok China, Taj Mahal, Patung-patung, Masjid, gedung-gedung di perkotaan dan lain sebagainya belum dibangun. Saat ini, semua itu berdiri megah diatas bumi dan semua bisa melihat keindahannya. Masihkah kita ragu dengan kekuatan Tuhan yang telah memberi kemampuan kepada manusia dengan apa yang sudah dilihatnya saat ini?
Seimbangkan antara usaha dan doa yang menjadi harapan yang selama ini hanya menjadi sebuah angan-angan. Kita percaya Tuhan mampu untuk memberikan apapun yang diminta oleh hamba-Nya, selagi ia selalu berusaha dan terus berusaha untuk menggapai segala impiannya. Paling tidak, dengan usaha itu Tuhan memberi pilihan terbaik, yang pasti kita mampu untuk menjalankannya dengan baik. Tuhan memilih manusia menjadi makhluk yang lebih mulia dibanding yang lainnya, maka manusia mampu untuk meraih kemuliaan yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.
baca juga disini http://pesantren.or.id/burungpun-mampu-terbang/
DILEMA JOKOWI DAN PARA PEJABAT BARU
Kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintah semakin
hari semakin berkurang. Kabar-kabar dari berbagai media yang menyoroti pergerakan
pemerintah dicerminkan betapa banyak kekurangan-kekurangan yang terjadi
saat ini. Semuanya serba kurang, bahkan sepertinya beberapa orang yang menjabat
di kementerian negara tidak layak untuk mengawal kemajuan bagi negaranya
sendiri.
Entah, apa karena dampak dari sudah banyaknya pejabat
yang melakukan, dan atau terlibat dalam masalah korupsi, atau dimungkinkan karena
faktor yang lain. Terlepas dari semua itu, mengamati sorotan media untuk publik
kepada pemerintah saat ini telah menimbulkan pemikiran yang mengarahkan
ketidakpercayaan masyarakat kepada para pemimpin di bangsa ini.
Salah satu berita yang pernah disiarkan di salah satu
media televisi mengatakan bahwa para menteri susah diajak untuk tertib oleh pembawa
acara saat akan dilantik. Para menteri tidak langsung menempati posisi yang
ditentukan setelah diminta berkali-kali oleh si pembawa acara. Baru setelah
Presiden Jokowi datang mereka bersedia untuk tertib dan melangsungkan acara
pelantikan. Padahal, bisa jadi acara pelantikan itu memang menunggu kedatangan
Presiden lebih dahulu kemudian baru bisa dimulai. Hanya saja, pandangan
masyarakat akan berbeda dalam menanggapi kejadian itu. Mereka akan cenderung
mengatakan bahwa para menteri tidak disiplin dan sulit untuk menertibkan diri.
Selain itu, pernah juga dimunculkan berita yang sedikit
memojokkan Jokowi, terkait dengan terpilihnya Rini Soemarno menjadi Menteri
Badan Usaha Milik Negara. Terpilihnya Rini Soemarno, menteri kabinet kerja terkaya
dengan harta Rp.40,07 Miliar, mengindikasikan dirinya termasuk pejabat yang
juga tidak bersih, bertolakbelakang dengan pernyataan jokowi yang mengklaim
bahwa para menterinya bersih dari korupsi. Apalagi, Perempuan yang pernah
menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era kepemimpinan Megawati
Soekarno Puteri, dalam salah satu surat kabar disebut-sebut bermasalah menurut
KPK. Semua kabar miring tentang wanita yang pernah menjabat sebagai Presiden
Direktur Astra Internasional ini ditampakkan kembali, termasuk pernyataan bahwa
dirinya pernah diperiksa oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR terkait proses
imbal dagang pesawat jet tempur sukhoi, helikopter dan peralatan militer Rusia.
Dia dianggap melanggar UU Pertahanan dan UU APBN, dan bermasalah dalam beberapa
kabar miring yang sudah ditampilkan ke publik.
Lagi-lagi sebuah pemberitaan yang tidak beda dengan pemberitaan
dari kejadian pelantikan diatas. Dengan pemberitaan Rini Soemarno ini, masyarakat
seolah dibumbui dengan persepsi negatif khususnya kepada Rini Soemarno. Hanya berdasar
dugaan dan penilaian saja seolah dia sudah tidak masuk dalam citra pejabat yang
bisa dipercaya. Padahal, dia akan mengemban amanat baru di kabinet kerja Jokowi
selama lima tahun kedepan.
Seharusnya, dengan dipilihnya seorang pemimpin yang baru,
sebagai masyarakat yang baik tentunya akan selalu berusaha mendukung setiap
langkah kebijakan pemimpinnya. Setiap orang pasti mempunyai masa lalu, termasuk
masa lalu yang kurang baik. Namun, masa lalu bukanlah sebuah kekurangan secara
mutlak. Dalam arti sebuah kekurangan masih bisa dibenahi di masa yang akan
datang, karena semua bisa berubah dan seseorang yang berpikir maju tidak akan
mengulangi kesalahan yang kedua kalinya.
Pak Jokowi dan semua
menterinya sudah sah menjadi pejabat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudah
saatnya masyarakat mendukung seluruh arah kebijakan dan pergerakan pembangunan
yang akan digagas dan dijalankan. Karena, jika kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah sudah tidak ada lagi, pemerintah sekuat dan sebaik apapun tidak akan
mampu membawa Negaranya dengan sebaik-baiknya. Belum lagi jika harus menghadapi
para mantan pejabat yang pernah berseteru saat menjadi anggota di instansi
pemerintah dan media yang kadang kurang santun dalam mengabarkan berita.
SETETES TINTA UNTUK AYAH
Ayah, sejak dulu ku katakan
pada diriku bahwa engkau adalah Ayahku.
Sejak dulu aku selalu
menanti saat-saatku bersamamu, dihadapanmu, lalu aku membaca ayat-ayat suci
Tuhanku sebaik mungkin, karena aku tahu disaat itu engkau adalah guru di
hadapanku.
Aku tahu, suatu saat nanti
apa yang kudapat darimu adalah buah pahala bagi dirimu, diriku dan bagi semua
orang yang kelak akan menerima sepercik cahaya yang bermuara dari pancaranmu,
termasuk putera-puteriku kelak dan kemudian seterusnya.
Ayah, aku ataupun dirimu
tidak harus mengakui bahwa aku anakmu atau kau adalah ayahku. Cukup Tuhan yang
tahu dan aku yakin itu.
Semua itu sudah terakui
dengan sendiri dalam kitab-kitab kitab para pendahulu, bahwa kau adalah Ayahku,
Ayah yang menyinarkan cahaya batinku.
Bagiku sudah cukup, meskipun
sampai saat ini aku tetap bukanlah anakmu, jauh darimu dan takkan pernah merasakan
kebersamaan itu lagi, karena memang sejatinya aku bukan seperti anak-anakmu yang bisa selalu disampingmu.
Bagai burung pipit terbang tinggi tanpa tahu arah singgahnya, biarlah pepohonan nan rindang, di
hutan yang sepi aku akan memulai kehidupan baru, membuat sarang yang nyaman,
lalu mewujudkan impian-impian yang hampir tak mungkin kudapatkan seindah di
waktu aku bersamamu.
Tapi aku yakin, dirimu telah
ada di hatiku, dirimu setiap waktu mengingatkan semua hal yang seharusnya
kujalani di dunia ini, seruanmu, semangatmu, tuntunanmu dan do’a-do’a darimu
selalu kau panjatkan untukku.
Ayah, aku selalu berusaha
menggapai semua yang telah kau raih, semua yang pernah kau ajarkan untukku,
semua yang telah kau tampakkan di depan mataku dan semua yang telah kau berikan
kepada semua orang, meski masih sedikit yang bisa kulakukan.
Aku
takkan mampu menjadi seperti dirimu, apalagi kau adalah orang yang mulia yang
pantas untuk dimuliakan, orang yang selalu dipuja sebagai tokoh yang menjadi
panutan bagi siapapun, orang yang jauh dari kehinaan.
Diriku
yang bukanlah siapa-siapa, hanya seongok kembang yang hampir layu diatas hamparan
lumpur yang kering, yang tak punya derajat tinggi dan bukanlah cerminan
yang layak untuk mengkaca diri.
Ayah, dalam surat ini aku
hanya bisa mengucapkan untaian rasa terimakasih, sebagai balasan yang tak
setimpal yang bisa kuberikan, karena aku tak sanggup membayarmu meskipun dunia
dalam genggamanku.
Ayah, andai kau baca surat
ini, aku berharap semoga kau tahu, bahwa di sisa kehidupan ini, kebaktianku
adalah harapan yang tak mungkin ada kecuali hanya sekedar berharap, semoga aku, kau akui sebagai anakmu yang selalu berbakti kepadamu.
Ayah, kebaikanku tak mungkin bisa kujadikan sebagai penghapusan dosaku kepadamu, maka maafkanlah aku.
Bukalah
sekali lagi kesempatan bagiku untuk mendengar dan tahu bahwa kau telah
menghapusnya, lalu kau ganti dengan kelegaan hatimu yang mau tersenyum untukku,
karena hanya kaulah yang menggelorakan semangatku, untuk mau menggapai tujuan
hidupku.
Ayah, aku tahu Tuhan juga
akan tersenyum jika melihatmu tersenyum untukku.
Terimakasih, Ayah.HUKUMKU TERJAMAH NODA HITAM
Duh!
Sudah malam begini belum ada tukang ronda malam yang datang ke pos ronda.
Padahal sudah jam 22.00 wib. Waktu sudah kelewat batas. Semua belum juga pada
datang dan aku adalah orang yang pertama kali duduk di pos jaga. Andai Ayah
tidak menyuruhku menggantikannya, mungkin aku sudah tidur seperti biasanya,
atau paling tidak kunyalakan komputerku buat tugas kuliah terus kemudian nonton
film-film baru di akhir tahun ini.
Kunyalakan
TV 12 in di tempat ronda, kupencet-pencet remot TV sambil mangamati tayangan
demi tayangan TV di malam itu. Tapi entahlah, tak ada satu pun tayangan menarik
yang bisa ku tonton. Terpaksa kumatikan. Lalu, bengong sendirian.
Aku
tak kehabisan akal. Kuambil Hp, kubuka aplikasi pemutar musik lalu kunyalakan
lagu Mulan Jameela, makhluk Tuhan paling seksi. Aku menjadi sangat terhibur,
meski cuma manggut-manggut sambil goyangkan kaki. Lagian, Mulan Jameela memang
satu-satunya penyanyi wanita yang bisa menghipnotis telingaku untuk
mendengarkan musik.
Lama
sekali aku menunggu datangnya orang-orang yang dapat jatah giliran jaga.
Maklum, ini jaga malam pertamaku bersama warga kampung. Memang sudah saatnya aku
harus mengenal warga sekelilingku agar aku bisa berbaur dengan
tetangga-tetangga baruku.
Sudah
seminggu aku menempati rumah tua yang dibeli Ayah dengan harga yang murah.
Rumah tua itu dibangun sekitar tahun 1926 sebelum negara indonesia merdeka.
Rumahnya berukuran kecil dan berhalaman luas dan temboknya sangat tebal.
Bentuknya persegi panjang. Didalamnya terdapat tiga kamar, depan untuk aku,
tengah untuk ayah dan ibu dan belang untuk kakakku, Firman.
Pertama
kali aku masuk rumah, hawanya bikin bulu kudukku merinding seperti saat aku
masuk ke rumah hantu. Semua barang-barang rumah sudah tertata rapi, meja kursi
tamu, foto-foto keluarga di dinding, lemari-lemari, rak buku, dapur dan
sebagainya. Ayahku sudah mempersiapkan semua sebelum memboyong semua anggota
keluarga.
Tiga
hari aku disana, aku nggak begitu kerasan. Biasa, menempati tempat baru memang
butuh beradaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Kadang aku
masih merasa ngeri melihat bangunannya yang sudah tua seperti saat berada di
Lawang Sewu Semarang.
Jujur,
aku pernah mendengar anak bayi nangis dibelakang rumah. Suaranya terdengar
jelas ditelingaku. Anehnya, Kak Firman tak mendengarnya. Pernah juga, di malam
hari saat semuanya sudah tidur, aku keluar dari kamar. Kubuka pintu depan
rumahku untuk sekedar menghirup angin malam. Seketika itu juga mataku melongo
melihat sosok seorang wanita berbaju putih yang panjangnya sampai menutup kaki
di depan gerbang rumahku. Wajahnya pucat, berambut hitam panjang dan matanya berwarna.
Aku kaget bercampur takut, merinding saat tiba-tiba wanita itu menghilang
begitu saja. Dia seperti lenyap diterpa angin malam. “lap!” Aku yakin, wanita
itu penampakan makhluk halus dari alam lain.
“Hey!
Bengong aja!”
Dasar!
Aku sangat kaget dengan kedatangan Kak Firman. Dia memang sengaja iseng mengagetiku
melihatku bengong. Dikiranya aku melamun, padahal aku sedang menikmati
lagu-lagu Mulan Jameela.
“Kakak
kok kesini? Belum tidur?”
“Ayah
tadi dari kejauhan lihat kamu sendirian di pos jaga, makanya nyuruh aku buat
nemenin kamu...” kata Kak Firman sambil membawa kopi yang sudah diraciknya di
termos kecilku.
“Emang
Kakak nggak kerja besok?”
“Besok
hari minggu kan... Libur kali...” ketusnya.
Aku
baru ingat kalau malam itu malam minggu. Kebetulan, daripada sendirian. Syukur
Kak Firman mau menemaniku. Suasananya sedikit cair dengan guyonan-guyonan yang
biasa kulontarkan seperti biasanya.
Tiba-tiba
mataku sedikit penasaran dengan sosok laki-laki yang sedang berjalan menuju pos
kampling. Badannya kekar, berkumis, berambut panjang, memakai gelang karet
berwarna hitam dan berkalung koin kuno berwarna kekemasan. Dia memakai baju
loreng berwarna merah putih. Celananya sobek, tepat di tengkuk lututnya. Dan
yang paling menakutkan, tangannya membawa senjata tajam sejenis parang yang
berukuran panjang.
“Kak,
kak, kak, itu siapa?” tanyaku.
“Kok
kayak preman gitu ya?” kakakku keheranan.
Aku
dan Kak Firman hanya terdiam sambil menatap dalam-dalam laki-laki paruh baya
itu. Saat dia semakin dekat jantungku berdetak kencang seperti orang ketakutan.
Aku dan Kak Firman saling memandang sambil mengerutkan wajah. Terbesit
pikiranku untuk langsung lari ke rumah.
“Maaf,
permisi mas, saya Pak Karto, parang saya tak kasih diatas saja ya mas biar
aman...”
“Hufh...”
Aku
menghela nafas panjang. Penampilan Pak Harto membuatku sedikit ketakutan. Dia memang
pantas dikatakan sebagai seorang preman. Jika iya, sebenarnya dia bukan seperti
preman-preman lainnya. Dia adalah seorang preman yang baik hati. Ramah saat
bertuturkata.
Dengan
kedatangan Pak Harto, suasana malam itu agak sedikit tenang. Dia sangat
bersemangat untuk bercerita tentang kehidupannya. Dia mengaku pernah beberapa
kali masuk ke penjara karena bermasalah dengan seseorang. Sebenarnya dia tidak
pernah bermaksud untuk berbuat jahat kepada siapapun. Kerena mendesak, dia
akhirnya melakukan sesuatu yang semestinya tidak harus dilakukannya, seperti
membacok orang, merusak rumah orang dan perbuatan jahat lainnya. Dia melakukan
tindakan itu karena merasa dikecewakn oleh rekan bisnis maupun tetangganya yang
selalu menunda pembayaran hutang darinya.
Dalam
penjara pun, dia masih tetap merasakan keganjilan. Menurutnya, penegak hukum di
kotanya sama saja. Karena seringkali masuk ke penjara akhirnya dia tahu apa
yang terjadi sebenarnya, bahwa penegak hukum pun tidak selayaknya menghakimi
orang dengan berpedoman keadilan.
“Rusak,
Mas, di penjara sama saja, polisinya juga preman, begitu juga dengan hakimnya,
siapa yang kuat bayar mahal maka dia yang menang”
Aku
melongo dan sedikit berpikir lebih dalam. Antara percaya dan tidak. Seorang juru
hukum dan penegak keadilan telah keluar dari fungsinya. Akan jadi apa negara
ini jika dalam menegakkan keadilan saja tidak terselenggara sebagaimana
mestinya. Belum lagi jika mendengar korupsi para wakil rakyat. Apa jadinya
negeri ini?
KETIKA SANG KIAI JADI ARTIS
Mendengar
kabar kememangan film Sang Kiai dalam Festival Film Indonesia 2013, adalah
kabar gembira, terutama bagi warga NU termasuk saya. Alasan kegembiraan, bagi
saya bukan karena saya adalah warga NU atau yang ditokohkan itu adalah tokoh
Nu. Namun, karena saya mendapat pelajaran dari perjuangan Hasyim Asy’ari untuk
bangsa.
Seorang
kiai dalam kiprahnya, akan membawa dampak yang besar pengaruhnya bagi
masyarakat. Banyak masyarakat yang tunduk dan patuh pada perintah seorang kiai.
Kita bisa mengamati bersama dalam film Sang Kiai ataupun Sang Pencerah, yang
kedua sosok kiainya menjadi tokoh panutan masyarakat seperti keyataan yang
telah terjadi.
Hasyim
Asy’ari merupakan tokoh sentral pemeluk agama islam dijamannya. Berkat
pengaruhnya, Indonesia bisa meraih kemerdekaan. Meskipun pada awalnya, dia hanya
menentang tentara Jepang yang telah memaksa rakyat indonesia untuk melakukan
Sekerei (menghormat kepada matahari). Dalam alur ini secara harfiah Hasyim
Asy’ari bisa dikatakan tetap bersikukuh dengan agamanya, bukan karena dia
membela negaranya, namun pada akhirnya seluruh pengikutnya mengakui sikap
nasionalisme seorang Hasyim Asy’ari untuk bangsa, setelah sebelumnya tertangkap
oleh tentara jepang.
Ahmad
Dahlan dalam film Sang Pencerah juga bisa dikatakan sangat berpengaruh dalam
lingkungannya. Walaupun sudah dicap sebagai kiai kafir yang menyebarkan aliran
sesat, dia tetap bertahan dengan apa yang sudah menjadi ajaran dan pola
pikirnya. Dia tetap bersikukuh dengan pendapat dan bisa mempengaruhi masyarakat
melalui dukungan keluarga dan lima santrinya. Hingga akhirnya, terbentuklah organisasi
keagamaan bernama Muhammadiyah yang sampai saat ini masih eksis membina
umatnya.
Jika
kita cermati, kedua film itu sama-sama menampilkan perjuangan seorang kiai
dalam membina umat dari kekesesatan berideologi dan berkeyakinan. Hasyim
Asy’ari menentang Sekerei yang sudah dinilainya telah melanggar aturan umat
islam. Sedangkan Ahmad Dahlan terkesan hanya sebagai seorang pionir yang
menggagas pemikiran, bahwa islam itu mudah dan membebaskan, bukan agama yang
menyulitkan seperti yang dianut di jawa kuno saat itu. Hanya saja, dalam
menampilkan jiwa nasionalisme untuk bangsa, kisah cerita Hasyim Asy’ari dalam
film tampak lebih kentara dibanding Ahmad Dahlan yang cenderung dikatakan
sebagai pembaharu dan
pendobrak tradisi.
Hasyim
Asy’ari yang sudah dikenal sebagai pendiri NU dan dan Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, keduanya adalah tokoh sentral yang layak mendapatkan apresiasi
positif dari seluruh warga indonesia, lebih-lebih dari kalangannya sendiri.
Kiprah perjuangan seorang kiai dalam kedua filmnya sangat baik untuk ditonton
karena realitasnya memang sudah diakui oleh masyarakat. Sampai-sampai untuk kedepan
Sunil Santami, produser film Sang Kiai, masih mencari tokoh nasional yang akan
diangkat kembali ke layar lebar besutannya. Namun, akan sangat riskan ketika
tokoh yang dijadikan aktor utamanya adalah tokoh berpengaruh yang jauh dari
konteks semisal nasionalisme.
Dalam
menonton film, peminat televisi harus lebih cermat dalam menghayati alur cerita
dan profil-profil tokohnya. Paling tidak dia harus bisa mengambil esensi yang
bisa dijadikannya sebagai pelajaran. Karena, kebaikan bisa datang dari siapa
saja, bukan hanya dari profil seorang kiai. Esensi dari kebaikan yang kita
dapat dari menonton film adalah sesuatu yang bisa menjadikan seseorang menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
Kalau
dalam menampilkan film hanya karena alasan untuk yang bisa membangkitkan jiwa
nasionalisme, saya kira tidak harus dengan menampil seorang tokoh nasional,
apalagi pejuang yang sudah terkenal sebagai tokoh islam yang sangat berpengaruh.
Paling tidak alur ceritanya bisa menggugah hati nurani seseorang untuk semangat
kebangsaan tanpa menimbulkan perpecahan dan kesenjangan sosial baik secara
individu maupun golongan.
Melihat
fenomena ini, para produser dalam industri perfilman harus lebih hati-hati
dalam mengangkat tema cerita sebuah film. Baik film Sang Kiai maupun Sang
Pencerah berpotensi menimbulkan kontraversi bagi masyarakat luas. Kenapa? Kedua
tokoh itu punya umat yang berbeda pendapat mengenai ajarannya. Hasyim Asy’ari
tokoh NU yang mayoritas pengikutnya melakukan tahlil, dziba’an, mauludan,
nariyahan dan sejenisnya. Sedangkan Ahmad Dahlan adalah tokoh Muhammadiyah yang
para pengikutnya melarang untuk melakukan amaliyah yang dilakukan oleh NU.
Dari
dua film ini saja, pernah diberitakan tentang anggapan bahwa film Sang Kyai itu
meniru film Sang Pencerah, meskipun sudah ditepis oleh sutradaranya, Rako
Pujiarto. Harapan saya semoga persetruan ini tidak menimbulkan kesenjangan
sosial baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah.
Kiprah
seorang tokoh besar pemberitaannya akan lebih mudah dikenal oleh masyarakat.
Dia akan menjadi pusat perhatian dengan apa yang sudah dilakukannya.
Lebih-lebih jika dia memang seorang pejuang tanah air, tentu merupakan hal yang
menarik dan cukup layak untuk diangkat menjadi sebuah film, sesuai dengan biografi
perjalanan hidupnya mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Maka hal ini perlu
diperhatikan, khususnya bagi para produser dunia perfilman yang melibatkan
orang yang sudah dikenal menjadi tokoh utamanya.
Sebuah
film bisa dikatakan baik jika penayangannya tidak menimbulkan hal-hal yang saya
khawatirkan seperti uraian diatas, kendati telah menjadi film terbaik di
Festival Film Indonesia atau bahkan dikenal oleh penduduk dunia sekalipun.
Posted by Unknown
TELANJANGLAH UNTUKKU
Kini aku telah telanjang
Jangan Kau tunda lagi
Jangan kau buat nafsuku semakin bergejolak
Karena ingin segera Kau sentuh
Cumbuilah aku...
Kini aku berdiri tanpa sehelai kain
Jangan kau tunda lagi
Jangan kau biarkan aku malu
Karena selalu Kau pandang
Cumbuilah aku...
Kini Kau tahu mau ku
Jangan biarkan diri ini liar
Jangan biarkan yang lain menjamahku
Karena aku tahu Kau murka
Cumbuilah aku...
Kini Kau ada disisiku
Janganlah pergi jauh dari pelukanku
Jangan biarkan jiwa ini haus kasih-Mu lagi
Karena aku ingin selalu bercumbu dengan-Mu
Telanjanglah...
Biarkan aku mencumbumu...
Kini aku ingin segera Kau jamah
Jangan hanya dalam pikiranku saja
Jangan hanya diam, tumpahkanlah semua
Karena kenikmatan-Mu ingin ku rasa
Cumbuilah aku...
Cumbuilah aku...
Cumbuilah aku...
Telanjangilah aku, jangan hanya sekali
Aku ingin melihat-Mu, telanjang
Aku sangat ingin Kau cumbui
Selamanya...
Jangan Kau tunda lagi
Jangan kau buat nafsuku semakin bergejolak
Karena ingin segera Kau sentuh
Cumbuilah aku...
Kini aku berdiri tanpa sehelai kain
Jangan kau tunda lagi
Jangan kau biarkan aku malu
Karena selalu Kau pandang
Cumbuilah aku...
Kini Kau tahu mau ku
Jangan biarkan diri ini liar
Jangan biarkan yang lain menjamahku
Karena aku tahu Kau murka
Cumbuilah aku...
Kini Kau ada disisiku
Janganlah pergi jauh dari pelukanku
Jangan biarkan jiwa ini haus kasih-Mu lagi
Karena aku ingin selalu bercumbu dengan-Mu
Telanjanglah...
Biarkan aku mencumbumu...
Kini aku ingin segera Kau jamah
Jangan hanya dalam pikiranku saja
Jangan hanya diam, tumpahkanlah semua
Karena kenikmatan-Mu ingin ku rasa
Cumbuilah aku...
Cumbuilah aku...
Cumbuilah aku...
Telanjangilah aku, jangan hanya sekali
Aku ingin melihat-Mu, telanjang
Aku sangat ingin Kau cumbui
Selamanya...