Archive for Oktober 2014

DILEMA JOKOWI DAN PARA PEJABAT BARU

Kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintah semakin hari semakin berkurang. Kabar-kabar dari berbagai media yang menyoroti pergerakan pemerintah dicerminkan betapa banyak kekurangan-kekurangan yang terjadi saat ini. Semuanya serba kurang, bahkan sepertinya beberapa orang yang menjabat di kementerian negara tidak layak untuk mengawal kemajuan bagi negaranya sendiri.
Entah, apa karena dampak dari sudah banyaknya pejabat yang melakukan, dan atau terlibat dalam masalah korupsi, atau dimungkinkan karena faktor yang lain. Terlepas dari semua itu, mengamati sorotan media untuk publik kepada pemerintah saat ini telah menimbulkan pemikiran yang mengarahkan ketidakpercayaan masyarakat kepada para pemimpin di bangsa ini.
Salah satu berita yang pernah disiarkan di salah satu media televisi mengatakan bahwa para menteri susah diajak untuk tertib oleh pembawa acara saat akan dilantik. Para menteri tidak langsung menempati posisi yang ditentukan setelah diminta berkali-kali oleh si pembawa acara. Baru setelah Presiden Jokowi datang mereka bersedia untuk tertib dan melangsungkan acara pelantikan. Padahal, bisa jadi acara pelantikan itu memang menunggu kedatangan Presiden lebih dahulu kemudian baru bisa dimulai. Hanya saja, pandangan masyarakat akan berbeda dalam menanggapi kejadian itu. Mereka akan cenderung mengatakan bahwa para menteri tidak disiplin dan sulit untuk menertibkan diri.
Selain itu, pernah juga dimunculkan berita yang sedikit memojokkan Jokowi, terkait dengan terpilihnya Rini Soemarno menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara. Terpilihnya Rini Soemarno, menteri kabinet kerja terkaya dengan harta Rp.40,07 Miliar, mengindikasikan dirinya termasuk pejabat yang juga tidak bersih, bertolakbelakang dengan pernyataan jokowi yang mengklaim bahwa para menterinya bersih dari korupsi. Apalagi, Perempuan yang pernah menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era kepemimpinan Megawati Soekarno Puteri, dalam salah satu surat kabar disebut-sebut bermasalah menurut KPK. Semua kabar miring tentang wanita yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur Astra Internasional ini ditampakkan kembali, termasuk pernyataan bahwa dirinya pernah diperiksa oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR terkait proses imbal dagang pesawat jet tempur sukhoi, helikopter dan peralatan militer Rusia. Dia dianggap melanggar UU Pertahanan dan UU APBN, dan bermasalah dalam beberapa kabar miring yang sudah ditampilkan ke publik.
Lagi-lagi sebuah pemberitaan yang tidak beda dengan pemberitaan dari kejadian pelantikan diatas. Dengan pemberitaan Rini Soemarno ini, masyarakat seolah dibumbui dengan persepsi negatif khususnya kepada Rini Soemarno. Hanya berdasar dugaan dan penilaian saja seolah dia sudah tidak masuk dalam citra pejabat yang bisa dipercaya. Padahal, dia akan mengemban amanat baru di kabinet kerja Jokowi selama lima tahun kedepan.
Seharusnya, dengan dipilihnya seorang pemimpin yang baru, sebagai masyarakat yang baik tentunya akan selalu berusaha mendukung setiap langkah kebijakan pemimpinnya. Setiap orang pasti mempunyai masa lalu, termasuk masa lalu yang kurang baik. Namun, masa lalu bukanlah sebuah kekurangan secara mutlak. Dalam arti sebuah kekurangan masih bisa dibenahi di masa yang akan datang, karena semua bisa berubah dan seseorang yang berpikir maju tidak akan mengulangi kesalahan yang kedua kalinya.
Pak Jokowi dan semua menterinya sudah sah menjadi pejabat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudah saatnya masyarakat mendukung seluruh arah kebijakan dan pergerakan pembangunan yang akan digagas dan dijalankan. Karena, jika kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sudah tidak ada lagi, pemerintah sekuat dan sebaik apapun tidak akan mampu membawa Negaranya dengan sebaik-baiknya. Belum lagi jika harus menghadapi para mantan pejabat yang pernah berseteru saat menjadi anggota di instansi pemerintah dan media yang kadang kurang santun dalam mengabarkan berita.
Rabu, 29 Oktober 2014
Posted by Unknown

SETETES TINTA UNTUK AYAH

Ayah, aku telah memanggilmu seperti panggilan anak-anakmu yang lain.
Ayah, sejak dulu ku katakan pada diriku bahwa engkau adalah Ayahku.
Sejak dulu aku selalu menanti saat-saatku bersamamu, dihadapanmu, lalu aku membaca ayat-ayat suci Tuhanku sebaik mungkin, karena aku tahu disaat itu engkau adalah guru di hadapanku.
Aku tahu, suatu saat nanti apa yang kudapat darimu adalah buah pahala bagi dirimu, diriku dan bagi semua orang yang kelak akan menerima sepercik cahaya yang bermuara dari pancaranmu, termasuk putera-puteriku kelak dan kemudian  seterusnya.
Ayah, aku ataupun dirimu tidak harus mengakui bahwa aku anakmu atau kau adalah ayahku. Cukup Tuhan yang tahu dan aku yakin itu.
Semua itu sudah terakui dengan sendiri dalam kitab-kitab kitab para pendahulu, bahwa kau adalah Ayahku, Ayah yang menyinarkan cahaya batinku.
Bagiku sudah cukup, meskipun sampai saat ini aku tetap bukanlah anakmu, jauh darimu dan takkan pernah merasakan kebersamaan itu lagi, karena memang sejatinya aku bukan seperti anak-anakmu yang bisa selalu disampingmu.
Bagai burung pipit terbang tinggi tanpa tahu arah singgahnya, biarlah pepohonan nan rindang, di hutan yang sepi aku akan memulai kehidupan baru, membuat sarang yang nyaman, lalu mewujudkan impian-impian yang hampir tak mungkin kudapatkan seindah di waktu aku bersamamu.
Tapi aku yakin, dirimu telah ada di hatiku, dirimu setiap waktu mengingatkan semua hal yang seharusnya kujalani di dunia ini, seruanmu, semangatmu, tuntunanmu dan do’a-do’a darimu selalu kau panjatkan untukku.
Ayah, aku selalu berusaha menggapai semua yang telah kau raih, semua yang pernah kau ajarkan untukku, semua yang telah kau tampakkan di depan mataku dan semua yang telah kau berikan kepada semua orang, meski masih sedikit yang bisa kulakukan.
Aku takkan mampu menjadi seperti dirimu, apalagi kau adalah orang yang mulia yang pantas untuk dimuliakan, orang yang selalu dipuja sebagai tokoh yang menjadi panutan bagi siapapun, orang yang jauh dari kehinaan.
Diriku yang bukanlah siapa-siapa, hanya seongok kembang yang hampir layu diatas hamparan lumpur yang kering, yang tak punya derajat tinggi dan bukanlah cerminan yang layak untuk mengkaca diri.
Ayah, dalam surat ini aku hanya bisa mengucapkan untaian rasa terimakasih, sebagai balasan yang tak setimpal yang bisa kuberikan, karena aku tak sanggup membayarmu meskipun dunia dalam genggamanku.
Ayah, andai kau baca surat ini, aku berharap semoga kau tahu, bahwa di sisa kehidupan ini, kebaktianku adalah harapan yang tak mungkin ada kecuali hanya sekedar berharap, semoga aku, kau akui sebagai anakmu yang selalu berbakti kepadamu.
Ayah, kebaikanku tak mungkin bisa kujadikan sebagai penghapusan dosaku kepadamu, maka maafkanlah aku. 
Bukalah sekali lagi kesempatan bagiku untuk mendengar dan tahu bahwa kau telah menghapusnya, lalu kau ganti dengan kelegaan hatimu yang mau tersenyum untukku, karena hanya kaulah yang menggelorakan semangatku, untuk mau menggapai tujuan hidupku.
Ayah, aku tahu Tuhan juga akan tersenyum jika melihatmu tersenyum untukku.
Terimakasih, Ayah.
Minggu, 26 Oktober 2014
Posted by Unknown

HUKUMKU TERJAMAH NODA HITAM

Duh! Sudah malam begini belum ada tukang ronda malam yang datang ke pos ronda. Padahal sudah jam 22.00 wib. Waktu sudah kelewat batas. Semua belum juga pada datang dan aku adalah orang yang pertama kali duduk di pos jaga. Andai Ayah tidak menyuruhku menggantikannya, mungkin aku sudah tidur seperti biasanya, atau paling tidak kunyalakan komputerku buat tugas kuliah terus kemudian nonton film-film baru di akhir tahun ini.
Kunyalakan TV 12 in di tempat ronda, kupencet-pencet remot TV sambil mangamati tayangan demi tayangan TV di malam itu. Tapi entahlah, tak ada satu pun tayangan menarik yang bisa ku tonton. Terpaksa kumatikan. Lalu, bengong sendirian.
Aku tak kehabisan akal. Kuambil Hp, kubuka aplikasi pemutar musik lalu kunyalakan lagu Mulan Jameela, makhluk Tuhan paling seksi. Aku menjadi sangat terhibur, meski cuma manggut-manggut sambil goyangkan kaki. Lagian, Mulan Jameela memang satu-satunya penyanyi wanita yang bisa menghipnotis telingaku untuk mendengarkan musik.
Lama sekali aku menunggu datangnya orang-orang yang dapat jatah giliran jaga. Maklum, ini jaga malam pertamaku bersama warga kampung. Memang sudah saatnya aku harus mengenal warga sekelilingku agar aku bisa berbaur dengan tetangga-tetangga baruku.
Sudah seminggu aku menempati rumah tua yang dibeli Ayah dengan harga yang murah. Rumah tua itu dibangun sekitar tahun 1926 sebelum negara indonesia merdeka. Rumahnya berukuran kecil dan berhalaman luas dan temboknya sangat tebal. Bentuknya persegi panjang. Didalamnya terdapat tiga kamar, depan untuk aku, tengah untuk ayah dan ibu dan belang untuk kakakku, Firman.
Pertama kali aku masuk rumah, hawanya bikin bulu kudukku merinding seperti saat aku masuk ke rumah hantu. Semua barang-barang rumah sudah tertata rapi, meja kursi tamu, foto-foto keluarga di dinding, lemari-lemari, rak buku, dapur dan sebagainya. Ayahku sudah mempersiapkan semua sebelum memboyong semua anggota keluarga.
Tiga hari aku disana, aku nggak begitu kerasan. Biasa, menempati tempat baru memang butuh beradaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Kadang aku masih merasa ngeri melihat bangunannya yang sudah tua seperti saat berada di Lawang Sewu Semarang.
Jujur, aku pernah mendengar anak bayi nangis dibelakang rumah. Suaranya terdengar jelas ditelingaku. Anehnya, Kak Firman tak mendengarnya. Pernah juga, di malam hari saat semuanya sudah tidur, aku keluar dari kamar. Kubuka pintu depan rumahku untuk sekedar menghirup angin malam. Seketika itu juga mataku melongo melihat sosok seorang wanita berbaju putih yang panjangnya sampai menutup kaki di depan gerbang rumahku. Wajahnya pucat, berambut hitam panjang dan matanya berwarna. Aku kaget bercampur takut, merinding saat tiba-tiba wanita itu menghilang begitu saja. Dia seperti lenyap diterpa angin malam. “lap!” Aku yakin, wanita itu penampakan makhluk halus dari alam lain.
“Hey! Bengong aja!”
Dasar! Aku sangat kaget dengan kedatangan Kak Firman. Dia memang sengaja iseng mengagetiku melihatku bengong. Dikiranya aku melamun, padahal aku sedang menikmati lagu-lagu Mulan Jameela.
“Kakak kok kesini? Belum tidur?”
“Ayah tadi dari kejauhan lihat kamu sendirian di pos jaga, makanya nyuruh aku buat nemenin kamu...” kata Kak Firman sambil membawa kopi yang sudah diraciknya di termos kecilku.
“Emang Kakak nggak kerja besok?”
“Besok hari minggu kan... Libur kali...” ketusnya.
Aku baru ingat kalau malam itu malam minggu. Kebetulan, daripada sendirian. Syukur Kak Firman mau menemaniku. Suasananya sedikit cair dengan guyonan-guyonan yang biasa kulontarkan seperti biasanya.
Tiba-tiba mataku sedikit penasaran dengan sosok laki-laki yang sedang berjalan menuju pos kampling. Badannya kekar, berkumis, berambut panjang, memakai gelang karet berwarna hitam dan berkalung koin kuno berwarna kekemasan. Dia memakai baju loreng berwarna merah putih. Celananya sobek, tepat di tengkuk lututnya. Dan yang paling menakutkan, tangannya membawa senjata tajam sejenis parang yang berukuran panjang.
“Kak, kak, kak, itu siapa?” tanyaku.
“Kok kayak preman gitu ya?” kakakku keheranan.
Aku dan Kak Firman hanya terdiam sambil menatap dalam-dalam laki-laki paruh baya itu. Saat dia semakin dekat jantungku berdetak kencang seperti orang ketakutan. Aku dan Kak Firman saling memandang sambil mengerutkan wajah. Terbesit pikiranku untuk langsung lari ke rumah.
“Maaf, permisi mas, saya Pak Karto, parang saya tak kasih diatas saja ya mas biar aman...”
“Hufh...”
Aku menghela nafas panjang. Penampilan Pak Harto membuatku sedikit ketakutan. Dia memang pantas dikatakan sebagai seorang preman. Jika iya, sebenarnya dia bukan seperti preman-preman lainnya. Dia adalah seorang preman yang baik hati. Ramah saat bertuturkata.
Dengan kedatangan Pak Harto, suasana malam itu agak sedikit tenang. Dia sangat bersemangat untuk bercerita tentang kehidupannya. Dia mengaku pernah beberapa kali masuk ke penjara karena bermasalah dengan seseorang. Sebenarnya dia tidak pernah bermaksud untuk berbuat jahat kepada siapapun. Kerena mendesak, dia akhirnya melakukan sesuatu yang semestinya tidak harus dilakukannya, seperti membacok orang, merusak rumah orang dan perbuatan jahat lainnya. Dia melakukan tindakan itu karena merasa dikecewakn oleh rekan bisnis maupun tetangganya yang selalu menunda pembayaran hutang darinya.
Dalam penjara pun, dia masih tetap merasakan keganjilan. Menurutnya, penegak hukum di kotanya sama saja. Karena seringkali masuk ke penjara akhirnya dia tahu apa yang terjadi sebenarnya, bahwa penegak hukum pun tidak selayaknya menghakimi orang dengan berpedoman keadilan.
“Rusak, Mas, di penjara sama saja, polisinya juga preman, begitu juga dengan hakimnya, siapa yang kuat bayar mahal maka dia yang menang”

Aku melongo dan sedikit berpikir lebih dalam. Antara percaya dan tidak. Seorang juru hukum dan penegak keadilan telah keluar dari fungsinya. Akan jadi apa negara ini jika dalam menegakkan keadilan saja tidak terselenggara sebagaimana mestinya. Belum lagi jika mendengar korupsi para wakil rakyat. Apa jadinya negeri ini?                 
Selasa, 21 Oktober 2014
Posted by Unknown

KETIKA SANG KIAI JADI ARTIS

Mendengar kabar kememangan film Sang Kiai dalam Festival Film Indonesia 2013, adalah kabar gembira, terutama bagi warga NU termasuk saya. Alasan kegembiraan, bagi saya bukan karena saya adalah warga NU atau yang ditokohkan itu adalah tokoh Nu. Namun, karena saya mendapat pelajaran dari perjuangan Hasyim Asy’ari untuk bangsa.
Seorang kiai dalam kiprahnya, akan membawa dampak yang besar pengaruhnya bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang tunduk dan patuh pada perintah seorang kiai. Kita bisa mengamati bersama dalam film Sang Kiai ataupun Sang Pencerah, yang kedua sosok kiainya menjadi tokoh panutan masyarakat seperti keyataan yang telah terjadi.
Hasyim Asy’ari merupakan tokoh sentral pemeluk agama islam dijamannya. Berkat pengaruhnya, Indonesia bisa meraih kemerdekaan. Meskipun pada awalnya, dia hanya menentang tentara Jepang yang telah memaksa rakyat indonesia untuk melakukan Sekerei (menghormat kepada matahari). Dalam alur ini secara harfiah Hasyim Asy’ari bisa dikatakan tetap bersikukuh dengan agamanya, bukan karena dia membela negaranya, namun pada akhirnya seluruh pengikutnya mengakui sikap nasionalisme seorang Hasyim Asy’ari untuk bangsa, setelah sebelumnya tertangkap oleh tentara jepang.
Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah juga bisa dikatakan sangat berpengaruh dalam lingkungannya. Walaupun sudah dicap sebagai kiai kafir yang menyebarkan aliran sesat, dia tetap bertahan dengan apa yang sudah menjadi ajaran dan pola pikirnya. Dia tetap bersikukuh dengan pendapat dan bisa mempengaruhi masyarakat melalui dukungan keluarga dan lima santrinya. Hingga akhirnya, terbentuklah organisasi keagamaan bernama Muhammadiyah yang sampai saat ini masih eksis membina umatnya.
Jika kita cermati, kedua film itu sama-sama menampilkan perjuangan seorang kiai dalam membina umat dari kekesesatan berideologi dan berkeyakinan. Hasyim Asy’ari menentang Sekerei yang sudah dinilainya telah melanggar aturan umat islam. Sedangkan Ahmad Dahlan terkesan hanya sebagai seorang pionir yang menggagas pemikiran, bahwa islam itu mudah dan membebaskan, bukan agama yang menyulitkan seperti yang dianut di jawa kuno saat itu. Hanya saja, dalam menampilkan jiwa nasionalisme untuk bangsa, kisah cerita Hasyim Asy’ari dalam film tampak lebih kentara dibanding Ahmad Dahlan yang cenderung dikatakan sebagai pembaharu dan pendobrak tradisi.
Hasyim Asy’ari yang sudah dikenal sebagai pendiri NU dan dan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, keduanya adalah tokoh sentral yang layak mendapatkan apresiasi positif dari seluruh warga indonesia, lebih-lebih dari kalangannya sendiri. Kiprah perjuangan seorang kiai dalam kedua filmnya sangat baik untuk ditonton karena realitasnya memang sudah diakui oleh masyarakat. Sampai-sampai untuk kedepan Sunil Santami, produser film Sang Kiai, masih mencari tokoh nasional yang akan diangkat kembali ke layar lebar besutannya. Namun, akan sangat riskan ketika tokoh yang dijadikan aktor utamanya adalah tokoh berpengaruh yang jauh dari konteks semisal nasionalisme.
Dalam menonton film, peminat televisi harus lebih cermat dalam menghayati alur cerita dan profil-profil tokohnya. Paling tidak dia harus bisa mengambil esensi yang bisa dijadikannya sebagai pelajaran. Karena, kebaikan bisa datang dari siapa saja, bukan hanya dari profil seorang kiai. Esensi dari kebaikan yang kita dapat dari menonton film adalah sesuatu yang bisa menjadikan seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kalau dalam menampilkan film hanya karena alasan untuk yang bisa membangkitkan jiwa nasionalisme, saya kira tidak harus dengan menampil seorang tokoh nasional, apalagi pejuang yang sudah terkenal sebagai tokoh islam yang sangat berpengaruh. Paling tidak alur ceritanya bisa menggugah hati nurani seseorang untuk semangat kebangsaan tanpa menimbulkan perpecahan dan kesenjangan sosial baik secara individu maupun golongan.   
Melihat fenomena ini, para produser dalam industri perfilman harus lebih hati-hati dalam mengangkat tema cerita sebuah film. Baik film Sang Kiai maupun Sang Pencerah berpotensi menimbulkan kontraversi bagi masyarakat luas. Kenapa? Kedua tokoh itu punya umat yang berbeda pendapat mengenai ajarannya. Hasyim Asy’ari tokoh NU yang mayoritas pengikutnya melakukan tahlil, dziba’an, mauludan, nariyahan dan sejenisnya. Sedangkan Ahmad Dahlan adalah tokoh Muhammadiyah yang para pengikutnya melarang untuk melakukan amaliyah yang dilakukan oleh NU.
Dari dua film ini saja, pernah diberitakan tentang anggapan bahwa film Sang Kyai itu meniru film Sang Pencerah, meskipun sudah ditepis oleh sutradaranya, Rako Pujiarto. Harapan saya semoga persetruan ini tidak menimbulkan kesenjangan sosial baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah.
Kiprah seorang tokoh besar pemberitaannya akan lebih mudah dikenal oleh masyarakat. Dia akan menjadi pusat perhatian dengan apa yang sudah dilakukannya. Lebih-lebih jika dia memang seorang pejuang tanah air, tentu merupakan hal yang menarik dan cukup layak untuk diangkat menjadi sebuah film, sesuai dengan biografi perjalanan hidupnya mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Maka hal ini perlu diperhatikan, khususnya bagi para produser dunia perfilman yang melibatkan orang yang sudah dikenal menjadi tokoh utamanya.
Sebuah film bisa dikatakan baik jika penayangannya tidak menimbulkan hal-hal yang saya khawatirkan seperti uraian diatas, kendati telah menjadi film terbaik di Festival Film Indonesia atau bahkan dikenal oleh penduduk dunia sekalipun.
Posted by Unknown

Popular Post

Blogger templates

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Albirroers -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -