Posted by : Unknown Selasa, 21 Oktober 2014

Duh! Sudah malam begini belum ada tukang ronda malam yang datang ke pos ronda. Padahal sudah jam 22.00 wib. Waktu sudah kelewat batas. Semua belum juga pada datang dan aku adalah orang yang pertama kali duduk di pos jaga. Andai Ayah tidak menyuruhku menggantikannya, mungkin aku sudah tidur seperti biasanya, atau paling tidak kunyalakan komputerku buat tugas kuliah terus kemudian nonton film-film baru di akhir tahun ini.
Kunyalakan TV 12 in di tempat ronda, kupencet-pencet remot TV sambil mangamati tayangan demi tayangan TV di malam itu. Tapi entahlah, tak ada satu pun tayangan menarik yang bisa ku tonton. Terpaksa kumatikan. Lalu, bengong sendirian.
Aku tak kehabisan akal. Kuambil Hp, kubuka aplikasi pemutar musik lalu kunyalakan lagu Mulan Jameela, makhluk Tuhan paling seksi. Aku menjadi sangat terhibur, meski cuma manggut-manggut sambil goyangkan kaki. Lagian, Mulan Jameela memang satu-satunya penyanyi wanita yang bisa menghipnotis telingaku untuk mendengarkan musik.
Lama sekali aku menunggu datangnya orang-orang yang dapat jatah giliran jaga. Maklum, ini jaga malam pertamaku bersama warga kampung. Memang sudah saatnya aku harus mengenal warga sekelilingku agar aku bisa berbaur dengan tetangga-tetangga baruku.
Sudah seminggu aku menempati rumah tua yang dibeli Ayah dengan harga yang murah. Rumah tua itu dibangun sekitar tahun 1926 sebelum negara indonesia merdeka. Rumahnya berukuran kecil dan berhalaman luas dan temboknya sangat tebal. Bentuknya persegi panjang. Didalamnya terdapat tiga kamar, depan untuk aku, tengah untuk ayah dan ibu dan belang untuk kakakku, Firman.
Pertama kali aku masuk rumah, hawanya bikin bulu kudukku merinding seperti saat aku masuk ke rumah hantu. Semua barang-barang rumah sudah tertata rapi, meja kursi tamu, foto-foto keluarga di dinding, lemari-lemari, rak buku, dapur dan sebagainya. Ayahku sudah mempersiapkan semua sebelum memboyong semua anggota keluarga.
Tiga hari aku disana, aku nggak begitu kerasan. Biasa, menempati tempat baru memang butuh beradaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Kadang aku masih merasa ngeri melihat bangunannya yang sudah tua seperti saat berada di Lawang Sewu Semarang.
Jujur, aku pernah mendengar anak bayi nangis dibelakang rumah. Suaranya terdengar jelas ditelingaku. Anehnya, Kak Firman tak mendengarnya. Pernah juga, di malam hari saat semuanya sudah tidur, aku keluar dari kamar. Kubuka pintu depan rumahku untuk sekedar menghirup angin malam. Seketika itu juga mataku melongo melihat sosok seorang wanita berbaju putih yang panjangnya sampai menutup kaki di depan gerbang rumahku. Wajahnya pucat, berambut hitam panjang dan matanya berwarna. Aku kaget bercampur takut, merinding saat tiba-tiba wanita itu menghilang begitu saja. Dia seperti lenyap diterpa angin malam. “lap!” Aku yakin, wanita itu penampakan makhluk halus dari alam lain.
“Hey! Bengong aja!”
Dasar! Aku sangat kaget dengan kedatangan Kak Firman. Dia memang sengaja iseng mengagetiku melihatku bengong. Dikiranya aku melamun, padahal aku sedang menikmati lagu-lagu Mulan Jameela.
“Kakak kok kesini? Belum tidur?”
“Ayah tadi dari kejauhan lihat kamu sendirian di pos jaga, makanya nyuruh aku buat nemenin kamu...” kata Kak Firman sambil membawa kopi yang sudah diraciknya di termos kecilku.
“Emang Kakak nggak kerja besok?”
“Besok hari minggu kan... Libur kali...” ketusnya.
Aku baru ingat kalau malam itu malam minggu. Kebetulan, daripada sendirian. Syukur Kak Firman mau menemaniku. Suasananya sedikit cair dengan guyonan-guyonan yang biasa kulontarkan seperti biasanya.
Tiba-tiba mataku sedikit penasaran dengan sosok laki-laki yang sedang berjalan menuju pos kampling. Badannya kekar, berkumis, berambut panjang, memakai gelang karet berwarna hitam dan berkalung koin kuno berwarna kekemasan. Dia memakai baju loreng berwarna merah putih. Celananya sobek, tepat di tengkuk lututnya. Dan yang paling menakutkan, tangannya membawa senjata tajam sejenis parang yang berukuran panjang.
“Kak, kak, kak, itu siapa?” tanyaku.
“Kok kayak preman gitu ya?” kakakku keheranan.
Aku dan Kak Firman hanya terdiam sambil menatap dalam-dalam laki-laki paruh baya itu. Saat dia semakin dekat jantungku berdetak kencang seperti orang ketakutan. Aku dan Kak Firman saling memandang sambil mengerutkan wajah. Terbesit pikiranku untuk langsung lari ke rumah.
“Maaf, permisi mas, saya Pak Karto, parang saya tak kasih diatas saja ya mas biar aman...”
“Hufh...”
Aku menghela nafas panjang. Penampilan Pak Harto membuatku sedikit ketakutan. Dia memang pantas dikatakan sebagai seorang preman. Jika iya, sebenarnya dia bukan seperti preman-preman lainnya. Dia adalah seorang preman yang baik hati. Ramah saat bertuturkata.
Dengan kedatangan Pak Harto, suasana malam itu agak sedikit tenang. Dia sangat bersemangat untuk bercerita tentang kehidupannya. Dia mengaku pernah beberapa kali masuk ke penjara karena bermasalah dengan seseorang. Sebenarnya dia tidak pernah bermaksud untuk berbuat jahat kepada siapapun. Kerena mendesak, dia akhirnya melakukan sesuatu yang semestinya tidak harus dilakukannya, seperti membacok orang, merusak rumah orang dan perbuatan jahat lainnya. Dia melakukan tindakan itu karena merasa dikecewakn oleh rekan bisnis maupun tetangganya yang selalu menunda pembayaran hutang darinya.
Dalam penjara pun, dia masih tetap merasakan keganjilan. Menurutnya, penegak hukum di kotanya sama saja. Karena seringkali masuk ke penjara akhirnya dia tahu apa yang terjadi sebenarnya, bahwa penegak hukum pun tidak selayaknya menghakimi orang dengan berpedoman keadilan.
“Rusak, Mas, di penjara sama saja, polisinya juga preman, begitu juga dengan hakimnya, siapa yang kuat bayar mahal maka dia yang menang”

Aku melongo dan sedikit berpikir lebih dalam. Antara percaya dan tidak. Seorang juru hukum dan penegak keadilan telah keluar dari fungsinya. Akan jadi apa negara ini jika dalam menegakkan keadilan saja tidak terselenggara sebagaimana mestinya. Belum lagi jika mendengar korupsi para wakil rakyat. Apa jadinya negeri ini?                 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Albirroers -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -